Rabu, 10 Maret 2010

MENYIAPKAN MISI DAN VISI SMP BERTARAF INTERNASIONAL

MAKALAH

MENYIAPKAN MISI DAN VISI SMP BERTARAF INTERNASIONAL

Makalah Ini Dibuat Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Menejemen Pendidikan
Dosen Pengampu: Drs. Ari Anshori, M.Agg
Disusun oleh:

Imam wahyudi
G 000 080 063

FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2009
Abstrak

A. Menyiapkan Misi Dan Visi SMP Bertaraf Internasional.

1. Visi SMP Bertaraf Internasional.
a. Meningkatnya Iman, Taqwa dan Budi Pekerti
b. Unggul dalam pelaksanaan KTSP dan KBM yang berstandar Internasional
c. Unggul dalam Penilaian dan Kelulusan berstandar Internasional
d. Meningkatnya Nilai UAN
e. Meningkatnya kegiatan Ekstrakurikuler yang berstandar Internasional
f. Meningkatnya disiplin dan kepedulian Sosial
g. Unggul dalam Tenaga Kependidikan dan pengelolaan yang berstandar Internasional
h. Unggul dalam Sarana Prasarana dan Efisiensi Pembiayaan yang berstandar Internasional.
2. Misi SMP Betaraf Internasional
a. Melaksanakan pengembangan Kurikulum pendidikan dan pembelajaran yang berstandar Internasional.
b. Mengoptimalkan pelaksanaan PBM dan KBM untuk meningkatkan prestasi yang berstandar Internasional.
c. Melaksanakan Sistem pembelajaran dan sistem penilaian secara tepat yang berstandar Internasional.
d. Membentuk TIM Pembinaan IB (Intensif Belajar) untuk melaksanakan Pengayaan dan Perbaikan.
e. Meningkatkan inovasi program lancar bahasa Inggris bagi siswa dan guru yang berstandar Internasional.
f. Membina kegiatan ketrampilan siswa, guru ekstra kurikuler sesuai skala prioritas, diikuti memperhatikan kesehatan dan kesejahteraan guru yang seimbang yang berstandar Internasional.
g. Mewujudkan Tim Evaluasi ketertiban dan kedisiplinan untuk menindaklanjuti kelemahan dan kemajuan sekolah.
h. Membiasakan setiap warga sekolah berperilaku disiplin dan peka terhadap kepedulian sosial.
i. Membina hubungan harmonis antar warga sekolah dan lingkungan.
j. Menciptakan lingkungan belajar nyaman dan sehat yang berstandar Internasional.
k. Mengoptimalkan pendidikan dan pelatihan sampai ke luar negeri, dan MGMP bagi tenaga pendidik dan kependidikan yang berstandar Internasional.
l. Melengkapi dan mengoptimalkan penggunaan sarana dan prasarana serta keamanannya.
m. Melaksanakan dan mensosialisasikan MBS yang berstandar Internasional.
n. Melaksanakan monitoring dan evaluasi kinerja sekolah.

B. Pembahasan
1. Visi
Dalam menetapkan visi dan misi dalam suatu pendidikan kepala sekolah harus terlebih dahulu memahami visi itu sendiri. Menurut pendapat Helgeson (1996) visi merupakan penjelasan tentang rupa yang seharusnya seharusnya dari suatu organisasi kalau ia berjalan dengan baik. Definisi lain mengatakan bahwa visi atau wawasan adalah suatu pandangan yang merupakan kristalisasi dan intisari dari suatu kemampuan (competence), kebolehan (ability) dan kebiasaan (self efficacy) dalam melihat, menganalisis dan menafsirkan.
Gaffar (1994) mengemukakan bahwa visi adalah daya pandang yang jauh, mendalam dan meluas dan merupakan daya piker yang abstrak, yang memiliki daya kekuatan yang amat dasyat dan dapat menerobos segala batas-batas fisikk dan tempat. Sedangkan Morrisey (1997) mengemukakan bahwa visi adalah representasi dari apa yang diyakini sebagai bentuk organisasi dimasa depan dalam pandangan pelanggan, karyawan, pemilik dan stakeholdernya.
Oleh karna itu, tugas utama kepala sekolah adalah menyisihkan waktunya agar dapat mengkomunikasikan visi tersebut ke seluruh jajaran dan tingkat menejemen. Hal ini dapat dilakukan dengan mengangkat visi sebagai acuan pada berbagai pertemuan yang melibatkan unsure pendidikan, komite sekolah, dewan pendidikan, dunia usaha, dan industri serta msyarakat dilingkungan sekolah.
2. Misi
Misi mempunyai arti yang sangat berlainan dengan kata VISI karena didalam kata misi terkandung suatu pesan kemanusiaan yang tinggi dan juga terkandung suatu aktivitas yang mengarah kepada suatu tujuan dari aktivitas tersebut dalam kaitan dengan kemanusiaan.
Didalam kesehariannya kata MISI sering disatukan dengan kata VISI dan hal ini seolah-olah telah menjadi suatu acuan umum bagi setiap kegiatan yang akan dilaksanakan dan sepertinya dua kata ini sudah saling dijodohkan satu sama lain, sehingga apabila hanya terdapat satu kata saja akan terasa tidak pas.
Sebenarnya hal ini terlalu diada-adakan karena tidak selalu setiap pekerjaan mengandung suatu VISI ataupun mengandung suatu MISI dan tidak selalu setiap kegiatan harus dibuat VISI ataupun MISI nya karena setiap apapun yang kita lakukan seringkali secara otomatis sudah mengandung kedua unsur tadi tanpa harus ditulis secara khusus. Jadi kapan kedua kata itu kita uraikan secara terpisah dan kapan diuraikan secara tersendiri.
Untuk membahas hal ini kita perlu sedikit mengetahui sejarah dari asal kata itu lahir, karena tanpa mengenal sejarahnya bagaimana kita dapat memakai kata ini secara tepat. Alkisah zaman dulu sekali mungkin ratusan tahun yang lalu disuatu negara besar di Eropa tepatnya Perancis terjadi suatu kegiatan yang mengarah kepada suatu pembaharuan yang sifatnya sangat mengandung keteknikan, dan sejak saat itu dimana-mana muncul pembaharuan-pembaharuan dengan mengacu kepada pembaharuan di Prancis itu.
Dalam suatu kejadian yang cukup unik terdapat suatu rencana yang tidak jelas arah dan tujuannya sehingga dalam pelaksanaannya terdapat banyak sekali penyimpangan yang dilakukan oleh para pelaksana kegiatan tersebut sehingga akhirnya mereka sepakat untuk membuat suatu dasar kegiatan yang mengacu kepada suatu rencana inti dan sifatnya sangat umum tetapi mengandung arti yang cukup dalam dan lahirlah kata VISI, sesudah hal ini berjalan masih terjadi penyimpangan penyimpangan terutama yang sifatnya tujuan karena begitu banyaknya pengertian yang dapat diberikan kepada suatu aktivitas tersebut sehingga pada akhirnya mereka sepakat kembali untuk membuat suatu rencana atau uraian yang akan menjadi arah dan tujuan dari kegiatan mereka secara terurai jelas dalam bentuk kalimat yang sederhana dan cukup singkat tetapi tetap mencerminkan tujuan kegiatan mereka dan lahirlah kata MISI.
Didalam perkembangannya, kedua kata ini akhirnya sering dijadikan pasangan yang selalu diungkapkan pada setiap awal dari suatu rencana kegiatan, dengan harapan, bahwa sertiap orang akan mempunyai acuan yang sama yang akan mendasari setiap kegiatan mereka. Tetapi, karena uraiannya sangat umum, walaupun mempunyai arti yang cukup dalam, seringkali membuat para pelaksana mempunyai persepsi yang berlainan, sehingga tetap saja didalam menjalankan kegiatannya mereka sering tidak mempunyai kesamaan dalam mengartikan tujuannya. Akhirnya sering muncul perbedaaan pendapat yang akan memicu perbedaan arah dari apa yang telah disepakati sebelumnya, sehinggga tetap saja tidak terjadi suatu kesatuan lagi dalam menjalani suatu proses aktivitas tersebut, pada akhirnya timbul perpecahan.
C. Kesimpulan
Didalam kesehariannya kata MISI dan VIsi sering disatukan dan hal ini seolah-olah telah menjadi suatu acuan umum bagi setiap kegiatan yang akan dilaksanakan dan sepertinya dua kata ini sudah saling dijodohkan satu sama lain, sehingga apabila hanya terdapat satu kata saja akan terasa tidak pas.
Dalam tugas utama kepala sekolah adalah menyisihkan waktunya agar dapat mengkomunikasikan visi tersebut ke seluruh jajaran dan tingkat menejemen. Hal ini dapat dilakukan dengan mengangkat visi sebagai acuan pada berbagai pertemuan yang melibatkan unsure pendidikan, komite sekolah, dewan pendidikan, dunia usaha, dan industri serta masyarakat dilingkungan sekolah.

Daftar Pustaka
Dr. E. Mulyasa. Spd. Kurikulum tigkat satuan pendidikan
http://smpn2kauman.blogspot.com/2008_10_01_archive.html
http://smpn1-prob.sch.id/id/features/sambutan.html
http://mirabiela.wordpress.com/2008/10/17/visi-dan-misi/
http://www.smp1lamongan.sch.id/smp/index.php?option=com_content&task=view&id=53&Itemid=29

Keserasian Ayat-Ayat Qauliyah Dan Kauniyah

MAKALAH
Keserasian Ayat-Ayat Qauliyah Dan Kauniyah
(Disusun Guna Memenuhi tugas Mata Kuliah ilmu pendidikan islam)
Dosen pengampu: Drs. Ari Anshori. M.Ag.


Disusun Oleh:
IMAM WAHYUDI
G 000 080 063

FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH SURAKARTA
2009




A. Pendahuluan

Telah diyakini bahwa Al-Qur’an berisi petunjuk bagi manusia. Ajaran-ajarannya disampaikan secara fariatif serta dikemas sedemikian rupa. Ada yang berupa informasi, perintah dan laranagan, dan ada juga yang dimodifikasi dalam bentuk diskripsi kisah-kisah yang mengandung ibrah, yang dikenal dengan istilah ayat-ayat kauliyah dan ayat-ayat qauniyah.
Pada makalah ini kami akan mencoba membahas mengenai ayat-ayat kauliyah dan ayat qauniyah yang Allah berikan kepada manusia secara indrawi atau lewat penelitian dan observasi (al-mubasyiyah) untuk mengungkap gejala-gejala/fenomena kauniyah. Di dalam Al-Qur’an Allah menjelaskan kekuasaannya dengan contoh-contoh kebenaranya alam ini agar kita semua dapat mengetahui dengan jelas siapa yang menciptakan alam semesta ini dan siapa yang berhak kita sembah semestinya, karena kita sebagai citaanya. Dalam pembahasan ini hanya sedikit akan menjelaskan dan membuktikan bahwa alam semesta ini memang hanya Allah lah yang mencitakan dan agar kita mengetahui apa sebenarnya tujuan Allah menurunkan Al-Quran yang telah banyak memberikan contoh-contoh mengenai alam semesta ini.

B. Pembahasan
a. Keserasian Ayat-Ayat Qauliyah Dan Kauniyah
Allah SWT menurunkan ayat-ayat (tanda kekuasaan)-Nya melalui 2 jalur formal yaitu ayat qouliyah dan jalurnon-formal yaitu ayat kauniyah. Ayat qouliyah adalah kalam Allah (Al-Qur’an) yang diturunkan secara formal kepad Nabi Muhammad SAW. Sedangkan ayat kauniyah adalah fenomena alam, jalurnya tidak formal dan manusia mengeksplorasi sendiri.
Al-Quran Al-Karim, yang terdiri dari 6.236 ayat itu, menguraikan berbagai persoalan hidup dan kehidupan, antara lain menyangkut alam raya dan fenomenanya. Uraian-uraian sekitar persoalan sering tersebut sering di sebut ayat-ayat kauniyah. Tidak kurang dari 750 ayat yang secara tegas menguraikan hal-hal diatas. jumlah ini tidak termaksud ayat-ayat yang menyinggungnya secara tersirat.

b. Al-Quran Dan Alam Raya
Dalam bericara tentang alam dan fenomenanya. Paling sedikit ada dua hal yang dapat dikemukakan menyangkut hal tersebut:
1. Al-Quran memerintah kan atau menganjurkan kepada manusia untuk memperhatikan dan mempelajari alam rayadalam rangka memperolh manfaat dan kemudahan-kemudahan bagi kehidupanyadan mengantarkan kepada kesadaran-kesadaran akan keesaan dan kemahakuasaan Allah SWT.
2. alam dan segala isinya beserta hokum-hukum yang mengaturnya, diciptakan, dimiliki, dan dibawah kekuasaan Allah SWTsertadiatut dengan sangat teliti.
Alam raya tidak bias dilepaskan dari ketetapan-ketapan tersebut, kecuali jika dikehendaki aloh Allah SWT.
Eksplorasi terhadap ayat kauniyah inilah yang kita kenal sebagai sains, yang kemudian dalam aplikasinya disebut teknologi. Sains dan teknologi (saintek) ini adalah implementasi dari tugas manusia sebagai khalifah fil ardhi untukmemakmurkan bumi. Karenanya bagi seorang muslim, saintek adalah sarana hidup untuk mengelola bumi, bukan membuat kerusakan.
Paradigma seorang muslim terhadap ayat-ayat Allah ini, baik ayat qouliyah (Al-Qur’an) maupun kauniyah (fenomena alam) adalah mutlak benar dan tidak mungkin bertentangan, karena keduanya berasal dari Allah. Pada faktanya sains yang telah ”proven” (qath’i) selaras dengan Al Qur’an seperti tentang peredaran bintang, matahari dan bumi pada orbitnya. Namun sains yang masih dzanni (teori) kadang bertentangan dengan yang termaktub dalam Al-Qur’an seperti teori evolusipada manusia.
Allah swt. menuangkan sebagian kecil dari ilmu-Nya kepada umat manusia dengan dua jalan. Pertama, dengan ath-thariqah ar-rasmiyah (jalan resmi) yaitu dalam jalur wahyu melalui perantaraan malaikat Jibril kepada Rasul-Nya, yang disebut juga dengan ayat-ayat qauliyah. Kedua, dengan ath-thariqah ghairu rasmiyah (jalan tidak resmi) yaitu melalui ilham secara kepada makhluk-Nya di alam semesta ini (baik makhluk hidup maupun yang mati), tanpa melalui perantaraan malaikat Jibril. Karena tak melalui perantaraan malaikat Jibril, maka bisa disebut jalan langsung (mubasyaratan). Kemudian jalan ini disebut juga dengan ayat-ayat kauniyah.
Ayat-ayat qauliyah mengisyaratkan kepada manusia untuk mencari ilmu alam semesta (ayat-ayat kauniyah), oleh sebab itu manusia harus berusaha membacanya, mempelajari, menyelidiki dan merenungkannya, untuk kemudian mengambil kesimpulan. Allah swt. berfirman: “Bacalah (ya Muhammad) dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari ‘alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang Mengajar (manusia) dengan perantaraan alam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq:1-5)
Saintis muslim bukan berhenti pada observasi dan menjelaskan fenomena alam, namun mesti mencapai level orang yang berakal ulil albab (QS Ali Imron 190-191). Akal berbeda dengan kecerdasan otak. Hewan pun mempunyai kecerdasan, namun tidak mempunyai akal. Karenanya orang yang tidak menggunakan akal diumpamakan binatang ternak (QS.Al-A’raf : 179). Manusia yang tidak menggunakan akal dianggap sebagai”binatang yang cerdas”.
Akal adalah kerja qalbu yang berada dalam dada (sebagaimana disebutkan dalam QS.Al-Hajj ayat 46), merupakan kemampuan untuk mengambil pelajaran. Kata ulil albab biasa disebut dalam Al-Qur’an setelah pemaparan fenomena alam, untuk menunjukkan orang yang bias mengambil pelajaran. Kata “yafqohuun” (memahami), ya’qiluun(menggunakan akal) dalam Al-Qur’an dinisbatkan pada qalbu (QS.22:46, 7:179).
”maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi,lalu mereka mempunyai qalbu yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar ? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah qalbu yang di dalam dada.”/ Ayat di atas didahului dengan ayat tentang pemaparan fenomena kaum-kaum yang diadzab.
Berkaca dari makna akal dalam Al-Qur’an ini, maka semestinya penemu disket, penemu memori jika barakal maka akan sampai pada keyakinan tentang akhirat, tentang kesaksian dan pencatatan amal-amal manusia, dan hari pembalasan.
Dalam sejarah peradaban Islam, para ilmuwan adalah juga ahli dalam agama karena memahami kedudukan saintek dalam Islam. Mereka belajar ayat qouliyah dan juga belajar ayat kauniyah. Kontribusi ilmu pengetahuan para ilmuwan muslim menjadi tonggak kemajuan iptek di barat.
Dalam bidang matematika ada algorithm, algebra yang merupakan nama matematikawan muslim (Alkhawarizm, Aljabar). Juga angka Arab yang dengannya perhitungan menjadi mudah. Dalam bidang kimia ada istilah alkemi (chemistry), alkali, alkohol. Nama-nama ilmuwan muslim spt IbnuSina (Avicena), Ibnu Rusyd (Averous), Ibnu Khaldun menjadi nama yang gemilang. Bidang-bidang yang sangat gemilang pada masa kejayaan peradaban Islam adalah kedokteran, matematika, dan astronomi, karena menjadi kebutuhan langsung seperti menentukan kiblat dan waktu-waktu ibadah.
Dalam pandangan seorang muslim ayat qauliyah akan memberikan petunjuk/isyarat bagi kebenaan ayat kauniyah, misalnya surat An-Nur (24):43 mengisyaratkan terjadinya huja, surat Al-Mukminun (23):12-14 mengisyaratkan tetang keseimbangan dan kesetabilan pada istem tata surya, surat Al-Ankabut(29):20 mengisyaratkan adanya evolusi pada penciptaan makhluk di bumi, surat AZ-Zumar (39):5 dan surat an-Naml (27): 28 mengisyaratkan adanyarotasi bumi dan bulatnya bumi,sebaliknya ayat kauniyah akan menjadi bukti (Al-Burhan) bagi kebenaran ayat qauliyah (lihat surat Al-Fushshilat 41:53)
Dengan demikian,Pada pasal ini akan dijelaskan dan diberikan contoh hubungan antara ayat Qauliyah sebagai petunjuk wahyu yang memberikan isyarat global tentang fenomena iptek, untuk membantu menjelaskan dan mencocokkan terhadap ayat kauniyah. Banyak sekali contoh yang dapat dikemukakan, akan tetapi karena keterbatasan ruang, maka dalam hal ini akan dikemukakan dua contoh saja yang amat terkenal yaitu “Siklus Hidrologi” dan “Konsep Tentang Alam Semesta”.

1. Ayat/Fenomena Kauniyah
Dari hasil observasi dan penelitian yang berulang-ulang bahwa “siklus hidrologi” atau sikulasi air (hydrologi cycle) dapat dijelaskan sebagai berikut:
Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang terjadi akibat radiasi/panas matahari, sehingga air yang dilaut, sungai, dan juga air pada tumbuh-tumbuhan mengalami penguapan ke udara (transpiration), sehingga dikenal sebagai evapotranspiration, lalu uapair tersebut pada ketinggian tertentu menjadi dinggin dan terkondensasi menjadi awan. Akibat angin,bekumpulan awan dengan ukuran tertentu dan terbuat awan hujan, karena pengaruh berat dan gravitasi kemudian terjadilah hujan (presipitasion). Beberapa air hujan ada yang mengalir di atas permukaan. Tanah sebagai aliran limpasan (overland flow) dan ada yang terserap kedalam tanah (infiltrasioan). Aliran limpasan selanjutnya dapat mengisi tampungan-cekungan (depresioan storage). Apabila tampungan ini telah terpenuhi, air akan menjadi limpasan-permukaan (surface runoff) yang selanjutnya mengalir kelaut. Sedangkan air yang terinfiltrasi, bisa keadaan formasi geologi memungkinkan, sebagian dapat mengalir literal di lapisan tidak kenyang air sebagai aliran antara (subsurface flow/interflow). Sebagian yang lain mengalir vertikal yangdisebut dengan “perkolasi” (percolation) yang akan mencapai lapisan kenyang air (saturated zone/aquifer). Air dalam akifer akan mengalir sebagai air tanah (grounwter flow/base flow) kesungai atau ketampungan dalm (deep storage). Siklus hirologi ini terjadi terus-menerus atau berulang-ulang dan tidak terputus.

2. Ayat/Fenomena Qauliyah
Pada penjelasan fenomena kauliyah, dapat kita tarik kesimpulan bahwaq “siklus hidrologi” memiliki 4 (empat) macam proses yang saling menguatkan, yaitu:
a. hujan/presipitasi.
b. penguapan/evaporasi.
c. infiltrasi dan perkolasi (peresapan).
d. lipahan permukaann (surface runoff) dan limpasan iar tanah (subsurface rzrnoff)
Isyarat adanya fenomena “siklus hidrologi” dapat kata lihat pada surat An-Nur (24) ayat 43, yaitu:
  •                             •       
Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, Kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, Kemudian menjadikannya bertindih-tindih, Maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, Maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan. (An Nur: 43)

Pada ayat diatas, menunjukkan adanya proses inti yang sedang berlangsung dan merupakan bagian dari proses “siklus hidrologi.”Kedua proses itu, yaitu proses penguapan (evaparasi)yang ditunjukkan dengan kata “awan”dan proses hujan (presipitasi)yang berupa keluarnya air dan butiran es dari awan.Diman awan adalah massa uap air yang terkumpul akibat penguapan dan kondisi atmosfir tertentu. Menurut Prof. Sri Harto (2000)seorang pakar biologi, awan dalam keadan ini yang kalau masih mempunyai butir-butir air berdiameter lebih kecil dari 1mm masih akan melayang-layang di udara karena berat butir-butir tersebut masih lebih kecil daripada gaya tekan ke atas udara. Sehingga pada kondisi ini awan masih bisa bergerak terbawa angin, kemudian berkumpul menjadi banyak dan bertindih-tindih (bercampur), dalam ayat lain awan menjadi bergumpal-gumpal seperti pada surat Ar-Arum(30)ayat 48:
                            

Allah, dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, Maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira. (Ar-Arum: 48).
Demikian jelaslah bahwa dengan terbawanya awan oleh pergerakkan angin, maka awan akan berkumpul menjadi banyak dan bergumpal-gumpal. Akibat berbagai sebab klimatologis seperti pengaruh kondensasi, awan tersebut dapat menjadi awan yang potensial menimbulkan hujan, yang biasanyamnurut Sri Harto (2000) terjadi bila butir-butir berdiameter lebih besar dari pada 1mm.
Sehingga pada ayat diatas “hujan keluar dari celah-celahnya”awan, maksudnya secara ilmiah “hujan” turun tidak seperti menggelontornya air, melainkan berupa butir-butir air kecil (lebih besar dari pada 1mm)yang turun dari awan akibat pengaruh berat dan gravitasi bumi, seperti jatuhnya tetes-tetes aur dari celah-celah mata air. Sedangkan turunya butiran-butiran es langit, itu disebabkan apabila gumpalan-gumpalan awan pada ketinggian tertentu dan kondisi atmosfir tertentu mengalami kondensasi sampai mencapai kondisi titik beku, sehingga terbentuklah gunung-gunung es. Kemudian karena pengaruh berat dan gravitasi bumi sehingga jatuh/turun ke permukaan bumi, dan dalam perjalananya dipengaruhi oleh temperatur, pergerakan angin dan gesekan lapisan udara , maka gunung es itu peceh menjadi butir-butir es yang jatuh ke permukaan bumi.
Bila terjadi hujan masih besar kemungkinan air teruapkan kembali sebelum sampai di permukaan bumi, karena keadaan atmosfir tertentu. Hujan baru dusebut sebagai hujan apabila telah sampai di permukaan bumi dapat diukur. Air hujan yang jatuh di permukaan bumi terbagi menjadi 2 bagian, yaitu sebagai air lintasan dan sebagai air yang terinflocrsi/meresap ke dalam tanah (Sri Harto.2000). Kaidah-kaidah atas di tunjukkan pula pada surat Al-Mukminun 23 ayat 18:
     •        

Dan kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu kami jadikan air itu menetap di bumi, dan Sesungguhnya kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.(Al-Mukminun :18)
Pada ayat diatas Allah menurunkan hujan menurut suatu ukuran sehingga hujan yang sampai di permukaan bumi dapat di ukur. Hanya tinggal kemampuan manusai sampai dimana tingkat validitasnya dalam mengukur dan memperkirakan jumlah atau kuantitas hujan. Sehingga timbul beberapa teori pendekatan dalam analisis kuantitas hujan yang menjadikan berkembangnya ilmu hidrologi. ”Lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi”. Maksidnya adalah air yang jatuh dari langit itu tinggal di bumi menjadi sumber air, sebagai mana tercantum dalam surat Az-Zumar 39 ayat 21:
  •                        •     
Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, Maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi Kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, Kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.( Az-Zumar: 21)
Sumber-sumber air dibumi bisa berupa air sebagai aliran limpasan seperti air sungai, danau, dan laut. Juga bisa berupa air tanah (graund water) segagai akibat dari infiltrasi seperti air sumur , air artesi dan sungai bawah tanah.
Dan sesungguhnya kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.maksudnya Allah berkuasa untuk menghilangkan sumber-sumber air tadi, seperti dengan cara kemarau panjang (akibat siklus musim yang dipengaruhi oleh pergerakan matahari disekitar equator) , sehinga tidak ada suplei air sebagai pengisian (recharge kedalam permukaan tanah atau bawah permukaan tanah. Sedangkan, proses pengguapan, pergerakan air permukaan dan pergerakan air tanah berlangsung terus-menerus,sehinga lapisan iar tanah (water table) menjadi turun dan sumber mata iar menjadi berkurang, bahkan lebih drastis lagi muka air tanah bisa turun mencapai lapisan akifer artetis yang kedap iar. Maka kondisi seprti itu seringkaili terlihat sungai-sungai kekeringan, sumur-sumur air dangkal kekeringan, muka air danau surut dan bahkan ada yang sdampai kering, dan pohon-pohon mengalami kerontokan dan mati kekeringan. Kaidah-kaidan seperti ini sebagai mana telah digambarkan pad surat Az-Zumar (39) ayat 21 di atas. Dengan demikian bahwa kajian ayat-ayat qauliyah diatas meliputi suatu sunnatullah “daur” yang terus menerus tidak terputu, seperti lingkaraqn setan yang disebut sebagai “sijlus hidrologi”.







C. Kesimpulan

Ayat Qouliyah adalah kalam Allah (Al Qur’an) yang diturunkan secara formal kepad Nabi Muhammad SAW. Sedangkan ayat kauniyah adalah fenomena alam, jalurnya tidak formal dan manusia mengeksplorasi sendiri.
Ayat-ayat qauliyah mengisyaratkan kepada manusia untuk mencari ilmu alam semesta (ayat-ayat kauniyah), oleh sebab itu manusia harus berusaha membacanya, mempelajari, menyelidiki dan merenungkannya, untuk kemudian mengambil kesimpulan. Allah swt. berfirman: “Bacalah (ya Muhammad) dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari ‘alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang Mengajar (manusia) dengan perantaraan alam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq:1-5)

Dalam bericara tentang alam dan fenomenanya. Paling sedikit ada dua hal yang dapat dikemukakan menyangkut hal tersebut:
a. Al-Quran memerintah kan atau menganjurkan kepada manusia untuk memperhatikan dan mempelajari alam rayadalam rangka memperolh manfaat dan kemudahan-kemudahan bagi kehidupanyadan mengantarkan kepada kesadaran-kesadaran akan keesaan dan kemahakuasaan Allah SWT.
b. Alam dan segala isinya beserta hokum-hukum yang mengaturnya, diciptakan, dimiliki, dan dibawah kekuasaan Allah SWTsertadiatut dengan sangat teliti.










DAFTAR PUSTAKA

Achmad Baikuni. 1997. Al-Quan dan ilmu pengetahuan kealaman. Yogyakarta. Dana Bakti Prima Yasa.
Al-Quran terjemahnya.1998. Semarang. Asy-Syifa.
Sri Harto.2000. Hidrologi :Teori, Masalah Dan Penyelesaian. Yogyakarta: Nafiri
Yusuf Qardhawi. 1998. Al-Quran Berbicara Tentang Akal Dan Ilmu Pengetahuan, (terj).
Abdul Hayyie Al-Kattani. Jakarta: Gema Isani.
Quraish shihab,1996. membumikan Al-Quran dan peraan wahyu dalam kehidupan masyarakat, bandung, Mizan.
Zizuddin Sardar. 1977. Sains, Teknologi Dan Pembangunan Di Dunia Isam.Bandung. Mizan.

Makna Islam sebagai Agama Wahyu, yang Final dan Benar

Makna Islam sebagai Agama Wahyu, yang Final dan Benar

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah filsafat Ilmu
Yang diampu oleh: Ust. Syamsul Hidayat, M.Ag









Disusun oleH
IMAM WAHYUDI
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2009


BAB I
PENDAHULUAN
Agama Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Agama Islam adalah agama yang benar dan satu-satunya agama yang diterima Allah, kepercayaan selain Islam tidak akan diterima Allah. Allah SWT berfirman:
Artinya : “Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” [Ali ‘Imran: 85]
Allah Azza wa Jalla telah mewajibkan kepada seluruh manusia untuk memeluk agama Islam karena Rasulullah SAW diutus untuk seluruh manusia, sebagaimana firman Allah SWT :
Artinya : “Katakanlah: ‘Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi, tidak ada yang berhak disembah selain Dia, Yang menghidupkan dan Yang mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan RasulNya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada Kalimat-KalimatNya (Kitab-Kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk” [Al-A’raaf: 158]
Islam memiliki keistimewaan, yaitu cocok dan sesuai untuk setiap masa, tempat dan kondisi umat. Islam dikatakan cocok dan sesuai di setiap masa, tempat dan kondisi umat maksudnya adalah berpegang teguh kepada Islam tidak akan menghilangkan kemaslahatan umat bahkan dengan Islam ini umat akan menjadi baik, sejahtera, aman dan sentosa. Tetapi harus diingat bahwa Islam tidak tunduk terhadap masa, tempat dan kondisi umat sebagaimana yang dikehendaki oleh sebagian orang. Apabila umat manusia menginginkan keselamatan di dunia dan di akhirat, maka mereka harus masuk Islam dan tunduk dalam melaksanakan syari’at Islam.







BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Agama Islam
Secara umum Islam adalah agama Allah (diinullah) yang diwahyukan kepada para Rasul-Nya sejak Nabi Adam AS sampai kepada Nabi Muhammad SAW.
Dalam pengertian ini seluruh nabi-nabi dan para pengikutnya adalah Muslimun. Tatkala orang Yahudi dan Nasrani berebut mengklaim bahwa Nabi Ibrahim adalah pemeluk agama mereka, Allah membantahnya dan mengatakan bahwa Ibrahim itu muslim.
             
“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik”. (QS Ali ‘Imran :67)
Dalam pengertian seperti itulah Allah menegaskan bahwa agama Allah hanya satu yaitu Islam dan barangsiapa mencari agama selain Islam pasti tidak akan diterima oleh Allah SWT.
•                            
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang Telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, Karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”.(QS Ali ‘Imran :19)
             
“Barangsiapa mencari agama selain agama islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS Ali ‘Imran :85)
Perbedaan ajaran yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul dari masa ke masa hanyalah dari aspek syari’ah, bukan dalam aspek aqidah dan informasi tentang alam semesta. Allah berfirman:
     
“Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang.....” (QS Al Ma’idah :48)
Secara khusus Islam adalah nama diri dari agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sebagai mata rantai akhir dari agama Allah yang diturunkan kepada umat manusia. Sebagai mata rantai akhir dari agama Allah, Islam yang dibawa oleh Penutup para nabi ini telah disempurnakan dan dinyatakan oleh Allah sebagai agama yang diridhai-Nya untuk seluruh umat manusia sampai Hari Akhir nanti. Allah berfirman:
           
“Pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu...”. (QS Al Ma’idah: 3)
Inilah nikmat Allah yang paling besar yang dikaruniakan kepada umat ini, karena Dia yang menyempurnakan agama mereka sehingga mereka tidak memerlukan selain agama-Nya.
Setelah Allah menyempurnakan agama bagi mereka, berarti sempurnalah nikmat atas mereka. Oleh karena itu, Allah berfirman, “Pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu...”. Maka ridhailah olehmu Islam untuk dirimu karena ia merupakan agama yang diridhai Allah.
Sebagai konsekuensi dari doktrin bahwa hanya Islamlah satu-satunya agama yang diridhai oleh Allah SWT maka tentu saja agama-agama lain yang dianut dan diyakini oleh sebagian umat manusia ditolak kebenarannya, bukan keberadaannya. Sekali lagi yang ditolak adalah kebenarannya bukan keberadaannya. Keberadaanya tidak ditolak karena Allah tidak mau memaksa manusia untuk memeluk agama Allah. Islam mengajarkan kebebasan memilih agama. Hanya saja jika manusia memilih agama selain Islam, di Akhirat nanti mereka termasuk orang-orang yang merugi.
      ••                     
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Baqarah : 256)
Allah memberikan penegasan bahwa siapa saja yang menganut dîn selain Islam akan tertolak dan mereka itu di akhirat akan digolongkan sebagai orang-orang yang merugi.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
عَنْ أَبيْ هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُوْل الله صَلى اللهُ عَلَيْه وَسَلمَ أَنهُ قَالَ وَالديْ نَفْسٌ مُحَمد بيَده لَايَسْمَعُ بيْ أَحَدٌ منْ هَده الأُمة يَهُوْدي وَلَا نَصْرَا ني ثُم يَمُوْتُ وَلَمْ يُؤْمنُ بالديْ أُرْسلْتُ به إلا كَانَ منْ أَصْحَاب النار
“Dari Abu Hurairah Ra. Rasulullah SAW bersabda: “Demi (Allah) yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak ada seorang pun dari umat ini (umat yang hidup setelah diutusnya Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam -pen) baik Yahudi maupun Nashrani yang mendengar tentang aku kemudian dia mati dalam keadaan tidak beriman terhadap risalah yang aku bawa melainkan dia akan menjadi penghuni neraka.” (Riwayat Muslim no: 218)

B. Ciri-ciri khusus Agama Islam
Sebagai agama yang sempurna dan disiapkan untuk seluruh umat manusia, di mana dan kapan saja sampai hari akhir nanti, Islam memiliki beberapa ciri-ciri khusus sebagai berikut:
1. Islam adalah agama yang bersumber dari Allah SWT baik melalui wahyu secara langsung (Al-Qur’an) maupun tidak langsung (Sunnah Nabawiyah) [QS. Az-Zumar :2 & As-Sajdah :2]
2. Ajaran Islam bersifat konprehensif (mencakup seluruh aspek kehidupan) [QS. Al-An’am :38]
3. Ajaran Islam bersifat universal (berlaku untuk semua umat manusia sampai akhir zaman) [QS. Al-A’raaf :158]
4. Ajaran Islam sesuai dengan fitrah manusia. [QS. Ar-Ruum :30]
5. Ajaran Islam menempatkan akal manusia pada tempat yang sebaik-baiknya secara proposional, tidak mendewakan dan tidak pula menghinakannya. [QS. Al-A’raaf :179 & QS. Luqman :20]
6. Ajaran Islam menjadi rahmat bagi alam semesta. [QS. Al-Anbiyaa’ :107]
7. Ajaran Islam berorientasi ke masa depan (Akhirat) tanpa melupakan masa kini (dunia) [QS. Al-Qashash :77]
8. Ajaran Islam menjanjikan surga bagi yang beriman dan neraka bagi yang kufur. [QS. Al-Bayyinah :6-8]

C. Aspek-aspek Ajaran Islam
Secara garis besar ajaran Islam mencakup empat aspek sebagai berikut:
1. Aqidah: Aspek keyakinan terhadap Allah, para Malaikat, Kitab-kitab Suci, para Nabi dan Rasul, Hari Akhir dan Taqdir.
2. Ibadah: segala cara dan upacara pengabdian kepada Allah (ritual) yang telah diperintahkan dan diatur tata cara pelaksanaannya dalam Al-Qur’an dan Sunnah seperti shalat, zakat, puasa, haji dan sebagainya.
3. Akhlaq: nilai dan perilaku baik yang harus diikuti seperti sabar, syukur, tawakkal, berbakti pada orang tua, berani dan lain sebagainya, serta nilai dan perilaku buruk yang harus dijauhi seperti sombong, takabur, dengki, riya, durhaka pada orang tua, dan lain sebagaimya.
4. Mu’amalah: Aspek kemasyarakatan yang mengatur pergaulan hidup manusia di atas bumi, baik tentang harta benda, perjanjian-perjanjian, ketatanegaraan, hubungan antara negara dan lain sebagainya.

D. Sumber Ajaran Islam
Sumber ajaran Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah atau Hadits Nabi Muhammad SAW. Berbeda dengan Al-Qur’an yang seluruh ayat-ayatnya bersifat qath’iyyah ats-tsubut (validitasnya sebagai wahyu Allah SWT diakui secara mutawatir), hadits baru dapat dijadikan sumber apabila validitas dan otentitasnya telah teruji dengan kriteria yang diakui oleh para ulama hadits, baik yang menyangkut sanad dan matan hadits. Hadits-hadits yang masuk kategori mutawatir semuanya dijadikan sumber, sementara hadits-hadits ahad yang dapat dijadikan sumber hanyalah yang masuk katagori shohih dan hasan. Hadits dha’if hanya dapat digunakan sebagai pelengkap, misalnya untuk menjelaskan keutamaan amalan tertentu yang keberadaanya ditetapkan berdasarkan Al-Qur’an dan hadits mutawatir, shohih atau hasan.
Segala sesuatu mengenai hidup dan kehidupan sudah diatur oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah, tapi tidak semua bersifat terperinci, ada yang diatur garis besar atau prinsip-prinsipnya saja. Untuk menetapkan hal-hal yang belum diatur hukumnya, atau untuk mengembangkan aspek-aspek yang Al-Qur’an baru memberikan prinsip-prinsipnya Nabi memberikan kesempatan kepada para ulama’ mujtahidin untuk melakukan ijtihad baik dengan menggunakan metode ijma’, qiyas, istihsah, masalah mursalah atau metode lainya.









BAB III
KESIMPULAN
Islam adalah satu-satunya agama yang diturunkan dan diridhai Allah SWT untuk manusia. Barang siapa yang mencari agama selain agama Islam, niscaya tidak akan di terima oleh Allah SWT.
Islam juga agama yang sempurna karena Allah SWT yang menyempurnakan agama Islam sehingga umat manusia tidak memerlukan selain agama-Nya.
Islam memiliki keistimewaan, yaitu cocok dan sesuai untuk setiap masa, tempat dan kondisi umat. Islam dikatakan cocok dan sesuai di setiap masa, tempat dan kondisi umat maksudnya adalah berpegang teguh kepada Islam tidak akan menghilangkan kemaslahatan umat bahkan dengan Islam ini umat akan menjadi baik, sejahtera, aman dan sentosa. Tetapi harus diingat bahwa Islam tidak tunduk terhadap masa, tempat dan kondisi umat sebagaimana yang dikehendaki oleh sebagian orang. Apabila umat manusia menginginkan keselamatan di dunia dan di akhirat, maka mereka harus masuk Islam dan tunduk dalam melaksanakan syari’at Islam





Daftar Pustaka
Al-Quran Digital Versi 2.1
Muhammad Al-Utsaimin, Syaikh. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Keimanan.
Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. 1999. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir jilid 2. Jakarta: Gema Insani
Ilyas, Yunahar. 2003. Tafsir Tematis Cakrawala Al-Qur’an. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah

اَلْحَدِيْثُ الْمُعَلَّلُ

MAKALAH
اَلْحَدِيْثُ الْمُعَلَّلُ
Makalah ini Disusun Sebagai Tugas Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah Mushthalahul Hadits
Dosen Pengampu: Ust. Nurkholis Lc.
Disusun Oleh:
IMAM WAHYUDI
PONDOK HAJJAH NURIYAH SHABRAN
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH SURAKARTA
2009

HADITS MU’ALLAL
1. Pengertian
a. Secara Bahasa
Adalah bentuk isim maf’ul dari “A’allahu bi kadza fahuwa mu’allun”. Ini adalah qiyas sharaf yang masyhur dan ini adalah bahasa arab yang fasih.
b. Secara Istilah
Yaitu hadits yang setelah diperiksa ternyata di dalamnya ada ’illat (cacat) yang merusak keshahihan suatu hadits, walaupun secara dzahirnya selamat dari ‘illat itu.
2. Pengertian ‘Illat
Yaitu sebab yang samara-samar, tersembunyi yang merusak keshahihan suatu hadits.
Dengan mengambil pengertian ‘illat ini, bahwasanya ‘illat menurut para ulama ahli hadits harus memiliki dua syarat yaitu:
a. Samar-samar dan tersembunyi
b. Merusak keshahihan suatu hadits
Apabila kosong (tidak ada) salah satu dari kedua syarat itu – seakan-akan menjadikan ’illatnya secara dzahir atau tidak merusak – maka tidak dinamakan ’illat secara istilah.
3. Dimana tempat terjadinya ’illat?
a. ’Illat dapat terjadi dalam sanad, dan ini sangat banyak.
b. ’Illat dapat terjadi dalam matan, dan ini sangat sedikit.
c. ’Illat dapat terjadi didalam sanad dan matan secara bersama-sama
4. Contoh-contoh hadits mu’allal.
a. ’Illat dalam sanad
.1 حديث يعلى بن عبيد, عن الثوري عن عمرو بن دينار عن إبن عمر عن الرسول الله صلى الله عليه وسلم: البيعان بالخيارما لم يتفرقا.
Artinya: hadits Ya’la Bin ‘Ubaid dari Tsaury dari ‘Amru bin Dinar dari Ibn ‘Umar dari Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Kedua orang penjual dan pembeli itu mempunyai hak khiyar selama mereka belum berpisah”.
Dalam hadits ini telah salah Ya’la terhadap Sufyan dalam perkataannya ‘Amru bin Dinar, karena imam-imam hafidz dari shahabat-shahabat Sufyan meriwayatkan dari Abdullah bin Dinar, bukan kepada ‘Amru bin Dinar. ‘Illatnya terletak pada adanya kekeliruan Ya’la bin ‘Ubaid dalam menyandarkan periwayatannya kepada Sufyan dari ‘Amru bin Dinar. Diketahui adanya kekeliruan itu setelah diadakan perbandingan dengan sanad yang lain. Yaitu sanad-sanad Abu Nu’aim, sanad Muhammad bin yusufdan sanad Makhlad bin Yazid. Mereka ini meriwayatkan hadits itu melalui Sufyan Ats-Tsaury, Abdullah bin Dinar dan Ibn ‘Umar.
Nyatalah sekarang bahwa sanad Ya’la bin ‘Ubaid itu ber’illat. Karena ia menyandarkan periwayatannya dari ‘Amru bin dinar padahal sebenarnya dari Abdullah bin Dinar. Walaupun sanad dari Ya’la ber’illat, namun matannya tetap shahih. Karena sama dengan matan hadits yang diriwayatkan oleh sanad-sanad lain yang tidak ada ‘illatnya (shahih).
‘Illat pada sanad yang membawa pengaruh kepada kecacatan matannya itu terjadi kalau ‘illat itu disebabkan karena memauqufkan (beritanya hanya sampai kepada shahabat), mengirsalkan ( meninggalkan shahabat yang seharusnya dijadikan sumber pemberitaan) atau memunqathi’kan (menggugurkan salah satu rawi yang menjadi sanadnya).
2 .حديث موسى بن عقية عن سهيل بن أبى صالح عن أبيه عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: من جلس مجلسا كثر فيه لغطه فقال قبل أن يقوم سبحانك اللهم وبحمدك لاإله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك إلا غفر له ماكا ن في مجلسه.
Artinya: Hadits Musa bin ‘Uqbah dari Suhail bin Abi Shalih dari bapaknya dari Abu Hurairah dari Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam.beliau bersabda: ”Barangsiapa duduk dalam suatu majlis pertemuan membuat kegaduhan (keributan) dalam majlis itu, kemudian sebelum meninggalkan majlis ia berdoa: “Maha suci engkau wahai Tuhan dan dengan memuji engkau, bahwa tiada Tuhan kecuali engkau sendiri, saya meminta ampun dan bertaubat kepada-Mu.” Kecuali akan diampunilah segala apa yang terjadi dalam majlis itu.”
Al-Hakim An-Naisabury menceritakan bahwa Imam Muslim pernah menanyakan hadits ini kepada Imam Bukhari. Maka Imam Bukhari berkata “hadits tersebut adalah baik dan aku belum pernah mengetahui di dunia ini hadits yang sebaik ini (dalam masalah kaffaratul-majlis) kecuali hadits ini. Akan tetapi hadits itu ma’lul. Telah menceritakan kepada kami Musa bin Ismail beliau berkata: telah bercerita kepada kami Wahib, beliau berkata: telah bercerita kepada kami Suhail, dari ‘Aun bin Abdullah katanya –bahwa hadits yang telah disebutkan adalah perkataan ‘Aun bin Abdullah bukan sabda Rasulullah. Dan ini yang pertama karena sedungguhnya tidak disebutkan oleh Musa bin ‘Uqbah telah mendengar dari Suhail.

b. ‘Illat dalam Matan
إذاستيقظ أحدكم من منامه فليغسل كفيه ثلاث مرات قبل أن يحعلهما في الإناء, فإنه لايدري أين باتت يده ثم ليغترف بيمينه من أنا ءه ثم ليصب على شماله فليغسل مقعدته
Artinya: “Apabila salah seorang dari kamu bangun tidur, maka hendaklah ia mencuci kedua telapak tangannya kedalam bejana (tempat air), sebab ia tidak mengetahui kemana tangannya semalam”.
Hadits Ibrahim bin Thuhman, yang berasal dari Hisyam bin Hisan, dari Muhammad bin Sirrin dari Abu Hurairah dan yang bersanad Suhail bin Abi Shalih dari bapaknya dari Abu Hurairah. Abu Hatim ar-Razy berkata: kalimat tsumma liyaghtarifa sampai dengan maq’adatahu, adalah perkataan Ibrahim bin Thuhman. Karena ia menyambung perkatan itu pada akhir matan hadits, sehingga orang yang (mendengar) menerima tidak dapa mengetahui ‘illatnya. Perkataan seorang rawi yang disisipkan dalam suatu matan hadits itu disebut idraj. Sebagian ketentuan idraj adalah apabila seorang rawi yang menyisipkan itu menjelaskan bahwa sisipan atau tambahan itu untuk menjelaskan matan, maka yang demikian itu bukan merupakan ‘illat yang dapat mencacatkan suatu hadits. Akan tetapi apabila rawi tersebut mengatakan bahwa kata-kata yang diriwayatkan itu adalah matan hadits, maka idraj tersebut menyebabkan cacatnya matan hadits.

c. ’Illat yang terjadi didalam sanad dan matan secara bersama-sama
مثاله: مارواه بقية عن يونس عن الزهريعن سالم عن إبن عمر عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: من أدرك ركعة من صلاة الجمعة فقد أدرك.
Artinya: “Barangsiapa mendapatkan satu rakaat dari shalat jum’ah, maka maka ia mendapatkan shalat itu secara sempurna”.
Abu Hatim Ar-razy berkata: “hadits ini terdapat kekeliruan dalam matan dan sanadnya, sesungguhnya Az-Zuhry menerima hadits itu dari Abi Salmah dai Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
من أدرك ركعة من صلاة الجمعة فقد أدركها
Adapun perkataan dari “jumu’ati” setelah perkataan “min shalatin” maka ini bukanlah termasuk hadits.

5. Hukum mengamalkan Hadits Mu’allal
Bahwasanya ‘illat tercemar dalam keshahihan suatu hadits. Dan hadits mu’allal termasuk kategori hadits dha’if.


6. Kitab-kitab yang terkenal yang membahas tentang Hadits Mu’allal
a. Kitabul ‘Ilal kitabnya Ibn al-Madini guru Imam Bukhary
b. Kitab ‘Ilal al-Hadits kitabnya Abdurrahman bin Abi Hatim Abu Muhammad (Abi Hatim Ar-Razy)
c. Kitabul ‘Ilal kitabnya al-Khallal
d. At-Tarikh wa Al-‘Ilal kitabnya Imam Yahya bin Ma’in
e. Al-‘Ilal al-Waridatu fi al-Ahadits An-Nabawiyah kitabnya Imam Hafidz ‘Ali bin ‘Amr Ad-Daruquthny
f. Al-‘Ilal al-Kabir wa al-‘Ilal Ash-shaghir kitabnya Imam At-Tirmidzy
g. Al-‘Ilal wa Ma’rifatu Ar-rijal kitabnya Imam Ahmad bin Hanbal







Daftar Pustaka


‘Ajjaj al-Khatib, Muhammad, Dr. 1989. Ushul al-Hadits Ulumuhu wa Mushthalahuhu. Beirut: Dar al-Fikr
At-Tahhan, Mahmud, Dr. Taisir Mushthalah al-Hadits. Beirut, Libanon: Darul Fikr
Ibn Katsir, Ikhtishar Ulum al-Hadits. Beirut: Dar al-Fikr
Manna Ar-Rasikh, Abdul. 2006. Kamus Istilah Istilah Hadits. Jakarta: Darul Falah.
Rahman, Fatchur, Drs. 1974. Ikhtishar Mushthalahul Hadits. Bandung: PT Alma’arif

HADITS MAUDHU'

MAKALAH
HADITS MAUDHU’
Makalah ini dibuat Demi Memenuhi Tugas dalam Mata Kuliah Musthalahul Hadits
Dosen Pengampu : Nurcholis, Lc
Disusun oleh :
IMAM WAHYUDI

PONDOK HAJJAH NURIYAH SHABRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2009
A. PENGERTIAN HADITS MAUDHU’
Menurut bahasa, kata maudhu’ merupakan isim maf’ul dari kata wada’a (وضع) , artinya menurunkan atau meletakkan atau meyimpan. Dan secara istilah : ulama hadist, yaitu hadist yang dibuat oleh seseorang pendusta dan disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw, baik secara sengaja maupun tidak. Hadist semacam ini dinamakan dikenal juga dengan sebutan hadits palsu.
Di samping itu juga, Hadits maudhu’ atau hadits palsu adalah hadits dengan tingkat kelemahan paling rendah. Di dalam ilmu hadits, bisa diterima atau tidaknya sebuah hadits, dilihat dari dua hal, yaitu dari matan atau lafadz (isi) haditsnya dan sanad atau jalur orang yang meriwayatkannya. Hadits maudhu’ dikategorikan hadits mardud (tertolak), karena hadits tersebut cacat dari segi jalur periwayatannya. Sebab salah seorang perawinya (periwayat) diketahui berdusta, ia mengklaim ucapan seseorang sebagai hadits lalu menyebar luaskannya.
B. CONTOH HADITS MAUDHU’
1. Hadits maudhu’ yang bertentangan dengan sunnah mutawatir ialah Hadits yang memuji orang-orang yang memakai nama Muhammad atau Ahmad, yaitu:
“Bahwa setiap orang dinamakan dengan nama-nama (Muhammad, Ahmad dan semisalnya) ini, tidak akan dimasukkan di neraka”.
Hadits tersebut adalah bertentangan dengan sunnah-sunnah Rasulullah SAW yang menerangkan bahwa neraka itiu tidak dapat ditembus dengan nama-nama tersebut, akan tetapi keselamatan dari neraka itu karena keilmuan dan keislaman
2. Hadits maudhu’ yang dinukil dari perkataan orang-orang Mutaqaaddimin, yaitu: “Cinta keduniaan ialah modal kesalahan”.
3. Hadits maudhu’ yang dibuat untuk mempertahankan idiologi partainya atau golongan sendiri dan menyerang partai lawannya, yaitu golongannya syi’ah membuat hadits maudhu’ yang memuji diri sendiri, mereka membuat hadits yang isinya untuk menjelek-jelekkan lawannya, seperti Mu’awiyah: “ Apabila kamu melihat Mu’awiyah berada di atas mimbarku bunuhlah”.
Pengikut golongan lain yang merasa golongannya dihina, segera membalas membuat hadits maudhu’ untuk mengadakan revance atau setidak-tidaknya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat padanya. Misalnya hadits maudhu yang membenarkan ke-khilaf-an Abu Bakar, Umar dan Utsman r.a.
4. Hadits maudhu’ yang dibuat untuk merusak dan mengeruhkan Agama Islam, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Zindiq.
“Tuhan kami turun dari langit pada sore hari, di Arafah dengan berkendaraan unta kelabu, sambil berjabatan tangan dengan orang-orang yang bekendaraan dan memeluk orang-oreng yang pada berjalan”.
5. Hadits maudhu yang bertentangan dengan Al Quran:
“ Anak zina itu, tidak dapat masuk surga, sampai tujuh keturunan”.
6. Hadits maudhu’ yang menjelaskan tentang umur dunia:
”Umur dunia itu 7.000 tahun, dan sekarang datang pada ribuan yang ke-7”.
7. “Para sahabatku laksana bintang-bintang. Siapa pun dari mereka yang engkau teladani, niscaya engkau akan mendapat petunjuk.”
8. “Wahai Jabir, bahwa yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah cahaya Nabimu.”
9. “Barangsiapa yang menunaikan haji kemudian tidak berziarah kepadaku, maka dia telah bersikap kasar kepadaku.”
10. “Cinta tanah air adalah sebagian daripada iman.”
11. “Ketika Adam melakukan kesalahan, ia berkata, ‘Wahai Tuhan-ku, aku memohon kepadaMu dengan hak Muhammad agar Engkau mengampuni padaku”.
12. “Semua manusia (dalam keadaan) mati kecuali para ulama. Semua ulama binasa kecuali mereka yang mengamalkan (ilmunya). Semua orang yang mengamalkan ilmunya tenggelam, kecuali mereka yang ikhlas. Dan orang-orang yang ikhlas itu berada dalam bahaya yang besar.”
13. “Sesuap makanan diperut lapar adalah lebih baik daripada membangun seribu masjid jami’”.
14. “Barangsiapa mengucapkan tahlil (la ilaha ilallah) maka Allah menciptakan dari kalimat itu seekor burung yang mempunyai 70.000 lisan, dan setiap lisan mempunyai 70.000 bahasa yag dapat meminta ampun kepadanya”.
15. “Telah dipastikan atau difitrahkan bahwa hati menyukai siapa saja yang berbuat baik kepadanya dan membenci siapa yang berbuat buruk kepadanya”.
16. “Bahwa setiap orang dinamakan dengan nama-nama (Muhammad, Ahmad dan semisalnya) ini, tidak akan dimasukkan di neraka,”
17. “Di surga tidak terdapat satu pohon, selain pohon yang daunnya ditulis dengan kalimat: la ilaha ilahu, muhammadur Rasulullah, Abu Bakar As Shiddiq, Umar Al Faruq dan Utsman Dzun-nurain”.
18. “Bahwa hadits-hadits adalah suatu agama. Oleh karena itu, telitilah dari siapa kamu mengambil pelajaran Agama! Kami sendiri bila menghendaki sesuatu hal, hal itu kami rubah( sedemikian rupa) menjadi suatu hadits”.
19. “Hadiah Allah kepada seorang mukmin adalah adanya pengemis yang menunggu pemberian di depan pintunya”.
20. “ Aku telah melihat Tuhanku dengan tanpa Hijab antaraku dan Dia. Karena itu kulihat segala sesuatu, hingga kulihat sebuah mahkota yang terhias dari mutiara”.
21. “Sungguh Allah itu apabila marah, menurunkan wahyu dengan bahasa Persi dan bila rela, menurunkan wahyu dengan bahasa Arab”.
22. “Rasulullah bersabda : Nanti bakal lahir seorang laki-laki dalam ummatku ini orang yang bernama abu Hanifah An Nu’man sebagai pelita ummatku”.
23. “Rasulullah bersabda : Nanti bakal lahir seorang laki-laki dalam ummatku ini orang yang bernama Muhammad bin Idris, yang paling mengentarkan ummatku daripada iblis.”
24. “Di dalam surga itu terdapat bidadari-bidadari yang berbau harum semerbak, masa tuanya berjuta-juta tahun dan Allah menempatkan mereka di suatu istana yang terbuat dari mutiara putih, pada istana itu terdapat 70.000 paviliun yang setiap paviliun mempunyai 70.000 kibah. Yang demikian itu tetap berjalan dampai 70.000 tahun tidak bergeser”.
25. “Barang siapa yang mengangkat kedua tangannya di dalam shalat, maka tidak sah salatnya”.
26. “Setiap yang ada di langit, di bumi dan di antara keduanya, adalah makhluk, kecuali Allah dan Al quran. Nanti bakal datang kaum-kaum dari ummatku yang mengatakan bahwa Al quran itu adalah makhluk baru. Oleh karena itu, barang siapa yang mengatakan demikian, sungguh kafir terhadap Allah yang Maha Besar dan tertalaklah istrinya sejak itu”.
27. “Barang siapa mencium bunga mawar merah dan tidak ber-shalawat kepadaku, maka berati ia telah menjauhi aku”.
28. “Rasulullah SAW melakukan shalat pada bulan ramadhan tidak berjamaah sebanyak dua puluh rakaat dan witir”.
29. “Sesungguhnya Allah SWT tidak mengizinkan untuk melagukan Al quran”.
30. “Berapa banyak wanita yang cantik jelita, namun mahar yang diterimanya tidak lebih dari segenggam gandum atau yang sepertinya dari buah kurma”.

C. HUKUM HADITS MAUDHU’
Hadits maudhu’ atau palsu merupakan hadits yang sama sekali tidak bisa dijadikan dalil dan juga hadist ini merupakan hadist yang paling jelek di antara sekian banyak yang hadist yang dhaif. Bahkan menurut kesepakatan ulama, meriwayatkan hadits palsu adalah haram, jika tidak disertai keterangan bahwa hadits tersebut maudhu’. Berdasarkan hadits, “Janganlah engkau berdusta mengatasnamakan aku, karena sesungguhnya orang yang berdusta atas namaku, maka ia akan masuk neraka.” (HR. Muslim).


D. REFERENSI
Al Albany, Nashiruddin, Muhammad.1997. Silsilah Hadits Dhaif dan Maudhu. Jakarta : Gema Isani.
Ar-Rasikh, Mannan, Abdul. 2003. Kamus Istilah-Istilah Hadits. Jakarta: Darul Falah.
Khumaidi, Irham. 2008. Ilmu Hadits Untuk Pemula. Jakarta Barat: CV. Artha Rivera.
Mudasir, Drs. 2008. Ilmu Hadits. Bandung : Pustaka Setia.
http://ainuamri.wordpress.com/2008/01/05/contoh-hadits-maudhu-hadis-palsu/
http://www.Al-Firqotunnajiyyah.blogspot.com/2008/06/hadits-maudhu.html.
Rahman, fatchur, Drs. 1985. Ihktisar Musthalahul Hadits. Bandung : PT Alma ‘arif

HADITS MAUDHU'

MAKALAH
HADITS MAUDHU’
Makalah ini dibuat Demi Memenuhi Tugas dalam Mata Kuliah Musthalahul Hadits
Dosen Pengampu : Nurcholis, Lc
Disusun oleh :
IMAM WAHYUDI

PONDOK HAJJAH NURIYAH SHABRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2009
A. PENGERTIAN HADITS MAUDHU’
Menurut bahasa, kata maudhu’ merupakan isim maf’ul dari kata wada’a (وضع) , artinya menurunkan atau meletakkan atau meyimpan. Dan secara istilah : ulama hadist, yaitu hadist yang dibuat oleh seseorang pendusta dan disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw, baik secara sengaja maupun tidak. Hadist semacam ini dinamakan dikenal juga dengan sebutan hadits palsu.
Di samping itu juga, Hadits maudhu’ atau hadits palsu adalah hadits dengan tingkat kelemahan paling rendah. Di dalam ilmu hadits, bisa diterima atau tidaknya sebuah hadits, dilihat dari dua hal, yaitu dari matan atau lafadz (isi) haditsnya dan sanad atau jalur orang yang meriwayatkannya. Hadits maudhu’ dikategorikan hadits mardud (tertolak), karena hadits tersebut cacat dari segi jalur periwayatannya. Sebab salah seorang perawinya (periwayat) diketahui berdusta, ia mengklaim ucapan seseorang sebagai hadits lalu menyebar luaskannya.
B. CONTOH HADITS MAUDHU’
1. Hadits maudhu’ yang bertentangan dengan sunnah mutawatir ialah Hadits yang memuji orang-orang yang memakai nama Muhammad atau Ahmad, yaitu:
“Bahwa setiap orang dinamakan dengan nama-nama (Muhammad, Ahmad dan semisalnya) ini, tidak akan dimasukkan di neraka”.
Hadits tersebut adalah bertentangan dengan sunnah-sunnah Rasulullah SAW yang menerangkan bahwa neraka itiu tidak dapat ditembus dengan nama-nama tersebut, akan tetapi keselamatan dari neraka itu karena keilmuan dan keislaman
2. Hadits maudhu’ yang dinukil dari perkataan orang-orang Mutaqaaddimin, yaitu: “Cinta keduniaan ialah modal kesalahan”.
3. Hadits maudhu’ yang dibuat untuk mempertahankan idiologi partainya atau golongan sendiri dan menyerang partai lawannya, yaitu golongannya syi’ah membuat hadits maudhu’ yang memuji diri sendiri, mereka membuat hadits yang isinya untuk menjelek-jelekkan lawannya, seperti Mu’awiyah: “ Apabila kamu melihat Mu’awiyah berada di atas mimbarku bunuhlah”.
Pengikut golongan lain yang merasa golongannya dihina, segera membalas membuat hadits maudhu’ untuk mengadakan revance atau setidak-tidaknya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat padanya. Misalnya hadits maudhu yang membenarkan ke-khilaf-an Abu Bakar, Umar dan Utsman r.a.
4. Hadits maudhu’ yang dibuat untuk merusak dan mengeruhkan Agama Islam, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Zindiq.
“Tuhan kami turun dari langit pada sore hari, di Arafah dengan berkendaraan unta kelabu, sambil berjabatan tangan dengan orang-orang yang bekendaraan dan memeluk orang-oreng yang pada berjalan”.
5. Hadits maudhu yang bertentangan dengan Al Quran:
“ Anak zina itu, tidak dapat masuk surga, sampai tujuh keturunan”.
6. Hadits maudhu’ yang menjelaskan tentang umur dunia:
”Umur dunia itu 7.000 tahun, dan sekarang datang pada ribuan yang ke-7”.
7. “Para sahabatku laksana bintang-bintang. Siapa pun dari mereka yang engkau teladani, niscaya engkau akan mendapat petunjuk.”
8. “Wahai Jabir, bahwa yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah cahaya Nabimu.”
9. “Barangsiapa yang menunaikan haji kemudian tidak berziarah kepadaku, maka dia telah bersikap kasar kepadaku.”
10. “Cinta tanah air adalah sebagian daripada iman.”
11. “Ketika Adam melakukan kesalahan, ia berkata, ‘Wahai Tuhan-ku, aku memohon kepadaMu dengan hak Muhammad agar Engkau mengampuni padaku”.
12. “Semua manusia (dalam keadaan) mati kecuali para ulama. Semua ulama binasa kecuali mereka yang mengamalkan (ilmunya). Semua orang yang mengamalkan ilmunya tenggelam, kecuali mereka yang ikhlas. Dan orang-orang yang ikhlas itu berada dalam bahaya yang besar.”
13. “Sesuap makanan diperut lapar adalah lebih baik daripada membangun seribu masjid jami’”.
14. “Barangsiapa mengucapkan tahlil (la ilaha ilallah) maka Allah menciptakan dari kalimat itu seekor burung yang mempunyai 70.000 lisan, dan setiap lisan mempunyai 70.000 bahasa yag dapat meminta ampun kepadanya”.
15. “Telah dipastikan atau difitrahkan bahwa hati menyukai siapa saja yang berbuat baik kepadanya dan membenci siapa yang berbuat buruk kepadanya”.
16. “Bahwa setiap orang dinamakan dengan nama-nama (Muhammad, Ahmad dan semisalnya) ini, tidak akan dimasukkan di neraka,”
17. “Di surga tidak terdapat satu pohon, selain pohon yang daunnya ditulis dengan kalimat: la ilaha ilahu, muhammadur Rasulullah, Abu Bakar As Shiddiq, Umar Al Faruq dan Utsman Dzun-nurain”.
18. “Bahwa hadits-hadits adalah suatu agama. Oleh karena itu, telitilah dari siapa kamu mengambil pelajaran Agama! Kami sendiri bila menghendaki sesuatu hal, hal itu kami rubah( sedemikian rupa) menjadi suatu hadits”.
19. “Hadiah Allah kepada seorang mukmin adalah adanya pengemis yang menunggu pemberian di depan pintunya”.
20. “ Aku telah melihat Tuhanku dengan tanpa Hijab antaraku dan Dia. Karena itu kulihat segala sesuatu, hingga kulihat sebuah mahkota yang terhias dari mutiara”.
21. “Sungguh Allah itu apabila marah, menurunkan wahyu dengan bahasa Persi dan bila rela, menurunkan wahyu dengan bahasa Arab”.
22. “Rasulullah bersabda : Nanti bakal lahir seorang laki-laki dalam ummatku ini orang yang bernama abu Hanifah An Nu’man sebagai pelita ummatku”.
23. “Rasulullah bersabda : Nanti bakal lahir seorang laki-laki dalam ummatku ini orang yang bernama Muhammad bin Idris, yang paling mengentarkan ummatku daripada iblis.”
24. “Di dalam surga itu terdapat bidadari-bidadari yang berbau harum semerbak, masa tuanya berjuta-juta tahun dan Allah menempatkan mereka di suatu istana yang terbuat dari mutiara putih, pada istana itu terdapat 70.000 paviliun yang setiap paviliun mempunyai 70.000 kibah. Yang demikian itu tetap berjalan dampai 70.000 tahun tidak bergeser”.
25. “Barang siapa yang mengangkat kedua tangannya di dalam shalat, maka tidak sah salatnya”.
26. “Setiap yang ada di langit, di bumi dan di antara keduanya, adalah makhluk, kecuali Allah dan Al quran. Nanti bakal datang kaum-kaum dari ummatku yang mengatakan bahwa Al quran itu adalah makhluk baru. Oleh karena itu, barang siapa yang mengatakan demikian, sungguh kafir terhadap Allah yang Maha Besar dan tertalaklah istrinya sejak itu”.
27. “Barang siapa mencium bunga mawar merah dan tidak ber-shalawat kepadaku, maka berati ia telah menjauhi aku”.
28. “Rasulullah SAW melakukan shalat pada bulan ramadhan tidak berjamaah sebanyak dua puluh rakaat dan witir”.
29. “Sesungguhnya Allah SWT tidak mengizinkan untuk melagukan Al quran”.
30. “Berapa banyak wanita yang cantik jelita, namun mahar yang diterimanya tidak lebih dari segenggam gandum atau yang sepertinya dari buah kurma”.

C. HUKUM HADITS MAUDHU’
Hadits maudhu’ atau palsu merupakan hadits yang sama sekali tidak bisa dijadikan dalil dan juga hadist ini merupakan hadist yang paling jelek di antara sekian banyak yang hadist yang dhaif. Bahkan menurut kesepakatan ulama, meriwayatkan hadits palsu adalah haram, jika tidak disertai keterangan bahwa hadits tersebut maudhu’. Berdasarkan hadits, “Janganlah engkau berdusta mengatasnamakan aku, karena sesungguhnya orang yang berdusta atas namaku, maka ia akan masuk neraka.” (HR. Muslim).


D. REFERENSI
Al Albany, Nashiruddin, Muhammad.1997. Silsilah Hadits Dhaif dan Maudhu. Jakarta : Gema Isani.
Ar-Rasikh, Mannan, Abdul. 2003. Kamus Istilah-Istilah Hadits. Jakarta: Darul Falah.
Khumaidi, Irham. 2008. Ilmu Hadits Untuk Pemula. Jakarta Barat: CV. Artha Rivera.
Mudasir, Drs. 2008. Ilmu Hadits. Bandung : Pustaka Setia.
http://ainuamri.wordpress.com/2008/01/05/contoh-hadits-maudhu-hadis-palsu/
http://www.Al-Firqotunnajiyyah.blogspot.com/2008/06/hadits-maudhu.html.
Rahman, fatchur, Drs. 1985. Ihktisar Musthalahul Hadits. Bandung : PT Alma ‘arif
MAKALAH
Mursal khafi
( Disusun guna memenuhi mata kuliah Musthalahul Hadist )
Dosen pengampuh: Ust Nurchalis. Lc.
Disusun Oleh:
IMAM WAHYUDI
G 000 080 063

PONDOK HAJJAH NURIYAH SHABRAN
FAKULTAS AGAMA ISLAM JURUSAN TARBIYAH
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH SURAKARTA
2009


Muqadimah :
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا، ومن سيئآت أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمداً عبده ورسوله، صلى الله عليه وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدي
Ulama Pewaris Nabi. Rasulullah صلى ا لله عليه وسلم bersabda:
إن الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ، إِنَّ اْلأَنْبِياَءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْناَرًا وَلاَ دِرْهَماً إِنَّمَا وَرَّثُوْا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (Tirmidzi, Ahmad, Ad-Darimi, Abu Dawud. Dishahihkan oleh Al-Albani)
Rasulullah صلى ا لله عليه وسلم bersabda:
إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعاً يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِباَدِ، وَلَكِنْ بِقَبْضِ الْعُلَماَءِ. حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عاَلِماً اتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُوْساً جُهَّالاً فَسُأِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari hamba-hamba. Akan tetapi Dia mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama sehingga jika Allah tidak menyisakan seorang alim pun, maka orang-orang mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Kemudian mereka ditanya, mereka pun berfatwa tanpa dasar ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Al-Bukhari no. 100 dan Muslim no. 2673)

MURSAL KHAFI

A. Pengertiannya
Pengertian mursal menurut para ahi hadist, ulama’ fiqih dan usul fiqhi swbagai berikut:
Menurut mayoritas ahli hadith hadit mursal yaitu hadith yang dimarfu’kan oleh seorang tabi’I kepada Rasulullah SAW yang berupa sabda, perbuatan atau taqrir beliau.
Menurut Ulama Fiqh dan Ushul Fiqh Hadith Mursal adalah hadith yang perawinya melepaskannya tanpa menjelaskan sahabat yang ia ambil riwayatnya.
Sedangkan pengertian mursal secara bahasa ada dua pendapat diantaranya:
1. Mursal menurut bahasa adalah isim maf’ul dari al-irsal yang berarti al-ithlaq (melepaskan), seakan seorang pelaku irsal (mursil) membiarkan sanad tidak bersambung.
2. Mursal menurut Bahasa: merupakan isim maf’ul dari kata arsala, yang berarti melepaskan. Jadi, seakan-akan lepas dari ikatan sanad dan tidak terikat dengan rawi yang sudah dikenal.
Adapun pengertian khafi (tersembunyi) adalah lawan dari kata jaaliy (nampak), karena irsal ini tidak nampak. Sehingga hal ini tidak diketahui kecuali dengan penelitian.
Drs.fatchur Rahman menyatakan pengertian khafi dalam bukunya IKhtisar Musthhalahul Hadist sebagai berikut:
هورواية من عاصر التابعي صحابيا ولكنه لم يسمع حديثا منه
Hadist (yang diriwayatkan oleh tabiin), dimana tabiin yang meriwayatkan hidup sejaman dengan shahabiy, tetepi ia tidak pernah mendengar sebuah hadist pun dari padanya.
Jadi hadist Mursal Khafi menurut istilah adalah “sebuah hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi dari seorang syaikhnya yang semasa dengannya atau bertemu dengannya, atau tidak disebutkannya nama sahabat tersebut yang dilakukan oleh tabi'in yang masih kecil. Tetapi ia tidak pernah menerima satu pun hadits darinya, namun ia meriwayatkannya dengan lafadh yang menunjukkan adanya kemungkinan ia mendengar dari syaikh itu”.
Contoh hadist mursal khafi:

مارواه ابن ماجه من طريق عمربن عبد العزيز عن عقبة بن عامر مرفوعا: رحم الله حارس الحرس

Diriwayatkan Ibnu Majah dari jalur ‘Umar bin Abdil-‘Azizi dari ‘Uqbah bin Amir secara marfu’ : ”Allah telah merahmati orang yang menjaga pasukan”.
Al-Mizzi dalam kitab Al-Athraf mengatakan,”’Umar tidak pernah bertemu dengan ‘Uqbah”.
Ibnu Katsir berkata,”Dan macam ini hanya dapat diketahui oleh para peneliti hadits dan orang-orang yang ahli pada jaman dulu dan jaman sekarang. Dan guru kami Al-Hafidh Al-Mizzi adalah seorang imam dalam hal itu, dan sungguh menakjubkan, semoga Allah merahmatinya dan melimpahkan kuburnya dengan ampunan”.
Kadang terdapat satu hadits dengan satu sanad dari dua jalan, tetapi pada salah satu diantara keduanya ada tambahan perawi, dan yang seperti ini menyamarkan bagi kebanyakan para ahli hadits, tidak dapat diketahui kecuali orang-orang yang berpengalaman dan orang-orang yang teliti. Terkadang tambahan itu menjadi penguat dengan banyaknya perawi. Dan terkadang pula perawi tambahan itu dianggap telah salah berdasarkan hasil tarjih dan kritik hadits.
Bila ternyata keberadaan tambahan itu yang lebih rajih, maka berarti kekurangannya termasuk mursal khafiy. Namun bila yang rajih adalah kekurangannya, maka berarti tambahan yang ada adalah termasuk tambahan dalam sanad yang bersambung.


B. Cara Mengetahui Hadits Mursal khafi
Untuk mengetahui hadits itu mursal khafi ada tiga cara, diantaranya:
 Pernyataan dari para imam-imam bawasanya perawi ini tidak bertemu dengan orang yang ia menceritakan hadits darinya atau tidak mendengar lansung darinya secara mutlak.
 Pengabaran atau pemberitauaan dari rawinya iyu sendiri secara langsung bahwa ia tidak pernah bertemu dengan orang yang ia ceritakan haditsnya atau ia tidak mendengar langsung dari orang tersebut satu hadits pun.
 Datangnya hadits dari jalan yang lain ada tambahan perawi yang ia riwayatkan haditsnya.
Adapun poin yang ketiga ini didalamnya ada perbedaan ulama karena
terkadang termaksud jemis hadits ( المزيد في مثصل الاس تيد )

C. Penggunaan Hadith Mursal khafi
Dalam penggunaan hadits mursal khafi ini ada 3 pendapat yang masyhur, yaitu:
1. Kelompok Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad, dan lain-lain. Mereka membolehkan berhujjah dengan hadith mursal secara muthlak.
2. Kelompok Imam Nawawi, Imam Syafi'I, Jumhur ulama ahli Hadith, ahli Fiqih dan ahli Ushul. Mereka tidak membolehkan secara muthlak.
3. Jumhur Ulama dan ahli Hadith. Mereka membolehkan menggunakan hadith mursal apabila ada syarat lain yang musnad, diamalkan oleh sebagian ulama.

D. Hukum hadist Mursal Khafiy
Mursal Khafiy hukumnya adalah dla’if, karena ia termasuk bagian hadits munqathi’. Maka apabila nampak sanadnya terputus, maka hukumnya adalah munqathi’.

E. Hukum beramal denagan Hadis Mursal.
Secara umumnya Hadis Mursal tidak boleh dijadikan hujjah atau beramal dengannya kecuali disokong oleh satu drp syarat-syarat berikut ;
 Hendaklah disokong hadis berkenaan dgn sanad lain yang bermartabat Sahih atau Hasan.
 Hendaklah diriwayatkan secara makna menerusi seorang perawi lain yang tidak mengambil sanad drp sheikh yang sama.
 Menepati kata-kata (fatwa) atau perbuatan sebahagian sahabat.
 Diamalkan oleh sebahagian ‘ulama hadis dan fuqaha’

F. Karangan hadist mursal yang terkenal adalah:

كتاب الفصيل لمبهم المراسيل للخطيب البخدادي

Kesimpulan
Pada dasarnya hadits mursal khafi itu adalah dhaif dan mardud, karena hilangnya salah satu syarat dari syarat-syarat diterimanya suatu hadits, yaitu sanadnya harus bersambung. Hal itu disebabkan tidak diketahuinya keadaan rawi yang dibuang. Lagi pula, memiliki kemungkinan bahwa yang dibuang itu adalah sahabat. Dalam kondisi seperti ini, haditsnya menjadi dhaif.
Meskipun demikian, para ulama hadits dan yang selain mereka berbeda pendapat mengenai hukum hadits mursal khafi dan pengunaannya sebagai hujjah. Hadits ini termasuk hadits yang terputus yang diperselisihkan tempat terputusnya pada akhir sanad. Sebab, pada umumnya gugurnya sanad itu pada sahabat, sementara itu seluruh sahabat adalah adil, tidak rusak keadilannya meski keadaan mereka tidak diketahui.





Daftar Pustaka
Rahman Fatchur. IKhtisar Musthhalahul Hadist.1974. Pt. Al ma’arif. Bandung.
http://ahlulhadist.wordpress.com/2007/10/16/hadist-mursal-khafi/
http://www.ikhwaninteraktif.com/islam/index.php?option=com_content&view=article&id=78:hadits-mursal-khofi&catid=37:ilmu-mustholah-hadits&Itemid=37
http://untukperingatansendiri.blogspot.com/2009/02/hadis-marfu-mauquf-mursal.html
Dr Muhmud thohan, taisirul misthlihul hadits. Hal. 71